Apa kalian pernah mendengar kasus
tabrakan tanker dengan kapal sinar kapuas? Kapal tanker yang
membawa ribuan liter minyak mentah milik otoritas kelautan
Singapura atau biasa disingkat MPA. Tabrakan antara kapal tanker Alyarmouk
dengan kapal pengangkut barang Sinar Kapuas itu terjadi pada 2 Januari 2015 dan
mengakibatkan 4.500 ton minyak tumpah ke lautan. Hal ini menyebabkan air laut menjadi tercemar dan
organisasi ekosistem lautan menjadi rusak, lalu bagaimana cara mengatasinya? Meskipun sebenarnya lingkungan memiliki
kemampuan untuk mendegradasi pencemar yang masuk ke dalamnya melalui proses
biologis dan kimiawi namun seringkali beban pencemaran di lingkungan lebih
besar dibandingkan dengan kecepatan proses degradasi zat pencemar tersebut
secara alami. Akibatnya, zat pencemar akan terakumulasi sehingga dibutuhkan
campur tangan manusia dengan teknologi yang ada untuk mengatasi pencemaran
tersebut. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi pencemaran minyak secara kimiawi
(kemoremedasi) dan fisik (fisikoremedasi) ternyata dikhawatirkan menambah efek
toksiknya bagi organisme hidup.
Alternatif lain yang dapat digunakan
dalam penggulangan pencemaran minyak bumi adalah bioremediasi. Berkembangnya teknologi
ini adalah karena teknik penerapannya yang relatif mudah dilapangan dengan
biaya operasional yang murah. Teknologi proses bioremediasi cukup potensial
diterapkan di Indonesia. Kondisi iklim tropis dengan sinar matahari, kelembapan
yang tinggi, serta keanekaragaman mikroorganisme yang tinggi sangat mendukung percepatan
proses pertumbuhan mikroba untuk aktif mendegradasi minyak.
BAKTERI PENGURAI MINYAK
Bakteri
adalah mikroorganisme prokariotik yang secara morfologi terdapat dalam bentuk
kokus, basil dan spiral. Adanya bakteri dalam bahan pangan dapat mangakibatkan
pembusukan, menimbulkan penyakit yang ditularkan memalui makanan dan juga dapat
melangsungkan fermentasi yang menguntungkan. Bakasang merupakan salah satu
produk fermentasi oleh mikroba fermentatif yang disebut bakteri asam laktat.
Penelitian-penelitian dasar tentang karakteristik biokimia bakteri asam laktat
pada produk olahan tradisional ini perlu dilakukan. Penelitian ini ditujukan
untuk menganalisa beberapa karakteristik biokimia bakteri kokus dan basil,
mengidentifikasi jenis-jenis bakteri kokus dan basil dan menganalisa jumlah
bakteri pada produk fermentasi bakasang.
Hasil
analisis total bakteri yang diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37 derajat celcius
menunjukkan bahwa total bakteri tertinggi adalah 1,3 x 10 pangkat 6 CFU/ml pada
sampel B dan total bakteri terendah adalah 1,5 x 10 pangkat 4 CFU/ml pada
sampel D. Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan diketahui bahwa pada
produk bakasang terdapat beberapa jenis yaitu: Lactobacillus, Streptococcus, Staphylococcus, Bacillus, Clostridium,
Micrococcus, Enterobacter, Enterococcus, Escherichia dan Proteus.
Pertumbuhan bakteri terjadi pada kisaran suhu 37 derajat C, 40 derajat C, dan
pada pH5,6,7.
Bakteri
yang bisa hidup di tanah dengan kondisi yang banyak mengandung minyak telah
ditemukan para peneliti dari Departement of Enviromental Sciences, Jong-Shik
Kim. Hasil tersebut diterbitkan di Applied and Environmental Microbiology pada
6 April 2007.
Menurutnya, sangat mengejutkan ketika ia mengetahui ada bakteri yang sanggup hidup pada kondisi lingkungan tersebut, dimana oksigen dan air sangat minim bahkan tidak ada sama sekali. Bakteri tersebut yang sebenarnya menurut Kim telah hidup 28.000 tahun yang lalu, dan enzim yang dimilikinya sangat berpotensi untuk diterapkan sebagai pendegradasi minyak dan biofuel.
Kim dan David E. Crowley menggunakan metode berdasarkan DNA untuk mengidentifikasi bakteri tersebut, sama halnya untuk meng-encoding DNA dari ketiga kelas enzimnya yang mampu mendegradasi minyak. Penemuan tersebut memberikan harapan baru bagi para ahli lingkungan untuk melakukan penelitian lebih jauh tentang bakteri tersebut dan jenis bakteri lainnya yang mampu hidup pada kondisi yang ekstrim.
Feliatra(2002)
menyatakan Di Selat Malaka terdapat genus acinobacter, arthrobacter,
brevibacterium, corynebacterium, flavobacterium, mycobacterium, dan vibrio,
serta beberapa jenis jamur. Mereka bisa dimanfaatkan dalam aktivitas penguraian
senyawa hidrokarbon yang ditumpahkan ke laut secara efisien, jika mikroba yang
terlibat dalam genus-genus itu terlibat dalam hubungan yang sinergis dengan
bakteri pengurai pestisida, senyawa berhalogen, serta pengurai deterjen.
Gas
amoniak bisa diubah menjadi nitrat yang akan menjadi makanan utama bagi
plankton di lautan. Sementara, plankton merupakan sumber protein terbanyak bagi
ikan. Oleh karena itu, jika diperhatikan serius, proses nitrifikasi di berbagai
kawasan perairan dapat menjadi potensi luar biasa. Bisa digunakan
mengembangbiakkan ikan, bahkan menetralisir polusi akibat tumpahan minyak bumi.
Penemuan
Hkabel Nanoh dari mikroba pada tahun 1987, beberapa spesies bakteri diisolasi
oleh Profesor Derek Lovley dari lokasi tanah yang penuh dengan polutan senyawa
hidrokarbon. Bakteri yang biasa hidup di dalam tanah ini kemudian dinamakan dan
diidentifikasikan sebagai Geobacter, saat ini dua di antaranya
sudah terbacanya genomnya adalah Geobacter sulfurreducens dan Geobacter metallireducens.
Bacillus
licheniformis adalah salah satu bakteri mesofilik yang telah digunakan dalam
berbagai proses bioteknologi. Pati merupakan salah satu sumber karbohidrat
dengan kelimpahan terbesar di dunia. Genom dari B. licheniformis telah berhasil
di-sekuens, dan terdapat banyak sekali gen pengkode enzim pengurai karbohidrat
dalam genom B. licheniformis yang potensial yang dapat diaplikasikan di
industri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola ekspresi
serta keanekaragaman dari karbohidrase ekstraseluler dari bakteri ini pada dua
medium dengan sumber nitrogen yang berbeda, yaitu pepton dan petis udang. Pola
ekspresi dipelajari dengan melihat aktivitas aamilase ekstraseluler, dilakukan
juga pengukuran konsentrasi protein serta analisis menggunakan SDS-PAGE
terhadap sampel kultur umur 2, 4, 24, 48, 72, 96, dan 120 jam.
Bakteri langsung memasuki fase log, kemudian stasioner setelah 6 jam.
Aktivitas amilase paling tinggi pada kultur yang menggunakan pepton sebagai
sumber nitrogen terukur sebesar 126,88 unit/ml pada umur kultur 72 jam. Pada
kultur yang menggunakan petis udang sebagai sumber nitrogen, aktivitas
tertinggi dicapai pada umur 120 jam sebesar 2145 unit/ml. Dari hasil pengukuran
terhadap suhu dan pH optimum, diketahui bahwa enzim a-amilase dari B.
licheniformis HK1 memiliki aktivitas optimum pada suhu 60°C dan pH antara
6-6,5. Hasil pengukuran konsentrasi protein menunjukkan bahwa konsentrasi
protein pada sampel kultur yang menggunakan sumber nitrogen pepton terus
mengalami peningkatan, dengan konsentrasi protein tertinggi pada umur kultur
120 jam sebesar 82,2 µg/ml, sedangkan konsentrasi protein tertinggi untuk
medium dengan petis udang adalah sebesar 60,4 µg/ml pada umur kultur 24 jam.
Elektroferogram menunjukkan 22 jenis protein dengan berat molekul yang berbeda.
Berat molekul ini kemudian dibandingkan dengan berat molekul yang diperoleh
dari basil perhitungan sekuens asam amino enzim karbohidrase.
B.
licheniformis HK1 diperkirakan menghasilkan glukoamilase, siklomaltodekstrin
glukanotransferase, pullulanase, dan arabinase pada kultur yang menggunakan
pepton, a-amilase maltogenik, kitinase, endoglukanase, levansukrase, invertase,
dan pektin liase pada kultur yang menggunakan sumber nitrogen petis udang.
Sedangkan a-amilase, xilanase, lichenase, galaktanase, dan (3-mannanase
dihasilkan pada kedua medium. Secara umum terjadi peningkatan konsentrasi
terhadap waktu untuk karbohidrase ekstraseluler pada kultur yang menggunakan
pepton sebagai sumber nitrogen, sedangkan pada kultur yang menggunakan sumber
nitrogen petis udang terlihat perubahan konsentrasi karbohidrase ekstraseluler
yang lebih beragam. Aktivitas aamilase pada kultur yang menggunakan petis udang
sebagai sumber nitrogen, lebih tinggi dibandingkan kultur yang menggunakan
sumber nitrogen pepton. Enzim karbohidrase B. licheniformis sangat potensial
untuk dipelajari lebih lanjut terutama untuk kepentingan modifikasi gen yang
mengkode karbohidrase.
Microbial Enhanced Oil Recovery (MEOR) merupakan suatu metode untuk
meningkatkan perolehan minyak bumi dengan menggunakan aktivitas bakteri
hidrokarbonoklastik. Bakteri tersebut bekerja pada minyak bumi dan batuan dalam
formasi reservoir, kemudian dihasilkan beberapa produk seperti gas, asam-asam
organik, biopolimer dan biosurfaktan. Produk-produk tersebut digunakan untuk
merangsang pelepasan minyak dari batuan reservoir dengan cara mengubah
porositas batuan penyusun reservoir, menurunkan tegangan antarmuka dan
viskositas minyak bumi. Penelitian ini dilakukan untuk mengisolasi bakteri dari
reservoir minyak bumi dan air formasi, dan menguji karakteristik bakteri
tersebut yang berpotensi untuk dimanfaatkan dalam MEOR.
Isolasi
bakteri hidrokarbonoklastik ini menggunakan medium SMSSe yaitu Stone Mineral
Salt Solution yang diperkaya dengan ekstrak ragi dan ditambah 5% minyak bumi
pada suhu 50, 60, 70, 80 dan 90°C serta pengocokan 120 rpm. Hasil isolasi
tersebut mendapatkan 10 isolat bakteri yang toleran pada suhu di atas 50°C.
Setelah melalui adaptasi pada medium recovery, diperoleh 6 isolat bakteri yang
terdiri dari Flavimonas oryzihabitans, Amphibacillus xylanus, Bacillus
polymyxa, Bacillus macerans, Bacillus stearothermophillus dan Clostridium
butyricum.
Kemampuan
bakteri dalam mengubah sifat fisika-kimia minyak bumi dilakukan dengan menggunakan
uji densitas, tegangan antarmuka, viskositas, pengembangan volume minyak (Oil
Swelling) dan GCMC (Gas Chromatograph-Mass Spectrophotometry) sebagai kultur
tunggal. Persentase degradasi rantai hidrokarbon yang berbeda untuk setiap
bakteri teramati pada data yang diperoleh dari metode GCMS, yaitu bakteri Flavimonas oryzihabitans (3-25%),
bakteri Amphibacillus xylanus (2-28%), bakteri Bacillus polymyxa (3-35%), bakteri Bacillus macerans (0,3-24%), bakteri Bacillus stearothermophillus
(0,4-36%) dan bakteri Clostridium
butyricum (5-43%). Penurunan tegangan antarmuka yang tertinggi terjadi pada
bakteri Flavimonas oryzihabitans dan Amphibacillus xylanus, masing-masing
sebesar 16%, Penurunan viskositas tertinggi terjadi pada bakteri Clostridium
butyricum, yaitu sebesar 12,77%. Pengembangan volume minyak tertinggi terjadi
pada bakteri Bacillus polymyxa, yaitu sebesar 6%. Bakteri-bakteri lainnya
mengalami penurunan hanya berkisar 12-16% untuk tegangan antarmuka, 3,55-12,77%
untuk viskositas dan 1,5-6% untuk pengembangan volume minyak. Berdasarkan hasil
yang diperoleh, bakteri hasil isolasi tersebut memiliki potensi untuk digunakan
dalam MEOR.
Penelitian
tentang isolasi dan karakterisasi bakteri hidrokarbonoklastik dari salah satu
sumur minyak di Cirebon, Jatibarang telah dilakukan. Sampel minyak bumi
diperoleh dari sumur minyak bumi Jatibarang JTB-140 di Cirebon. Media yang
digunakan untuk mengisolasi bakteri dari sampel minyak bumi ialah Stone Mineral
Salt Solution (SMSS). Suhu inkubasi yang digunakan dalam isolasi bertahap
adalah 45°C. Dua belas isolat bakteri diperoleh dari hasil isolasi bertahap,
tetapi hanya lima isolat bakteri yang dipilih untuk penelitian lebih lanjut
berdasarkan hasil shining suhu. Hasil isolasi bakteri diuji kemampuan hidupnya
pada suhu 45°C, 50°C, 55°C, 60°C, 70°C, 80°C, dan 90°C.
Jumlah
isolat yang mampu hidup pada suhu reservoar (90°C) ada dua isolat, yaitu Bacillus circulans dan Bacillus
stearothermophillus. Hasil identifikasi menunjukkan kelima isolat bakteri
tersebut ialah Pseudomonas aeruginosa,
Pseudomonas diminuta, Pseudomonas putida, Bacillus circulans, dan Bacillus
stearothermophillus. Selanjutnya kelima isolat bakteri masing-ma sing diuji
kemampuan degradasinya terhadap minyak bumi. Karakterisasi hasil degradasi
minyak bumi oleh kelima isolat tersebut dilakukan dengan metode GC. Pada
kromatogram terlihat bahwa semua isolat bakteri yang diperoleh dari isolasi
bertahap mampu mendegradasi minyak bumi.
Persentase
degradasi tertinggi berbeda-beda sesuai dengan kemampuan metabolik tiap isolat
bakteri dalam menghasilkan fraksi-fraksi n-alkana yang spesifik secara
berturut-turut, yaitu 88,3778% dan 72,3984% pads fraksi C13 dan C14 oleh Pseudomonas aeruginosa, 52,5990% dan
33,7467% pada fraksi C15 dan C16 oleh Pseudomonas
diminuta, 30,6633% dan 29,3581% pads fraksi C19 dan C20 oleh Pseudomonas putida, 48,2446% dan
68,9754% pads fraksi C21 dan C23 oleh Bacillus
circulans, 30,2446% dan 28,8223% pada fraksi C19 dan C20 oleh Bacillus stearothermophillus. Kultur
campuran menghasilkan degradasi sebesar 100% pads fraksi C13, sedangkan C14,
C15, dan C16 masing-masing sebesar 85,7747%, 71,3687%, dan 42,2666%.
Bioremediasi
Secara sederhana proses bioremediasi bagi lingkungan dilakukan dengan mengaktifkan bakteri alami pengurai minyak bumi yang ada di dalam tanah. Bakteri ini kemudian akan menguraikan limbah minyak bumi yang telah dikondisikan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kebutuhan hidup bakteri tersebut. Dalam waktu yang cukup singkat kandungan minyak akan berkurang dan akhirnya hilang, inilah yang disebut sistem bioremediasi. Dulunya bioremediasi hanya dilakukan pada limbah organik yang mudah ‘dibersihkan’ secara alamiah. Baru pada tahun 1980-an, bioremediasi mulai dikembangkan penggunaannya pada limbah yang lebih sulit, misalnya pada kontaminasi tanah. Pada operasi perminyakan, khususnya lapangan minyak yang terkontaminasi oleh minyak mentah, pemanfaatan proses bioremediasi baru sekitar 30%.
Lalu apa itu bioremedasi? Bioremediasi
berasal dari kata bio dan remediasi atau “remediate” yang artinya menyelesaikan
masalah. Secara umum bioremediasi dimaksudkan sebagai penggunaan mikroba untuk
menyelesaikan masalah-masalah lingkungan atau untuk menghilangkan senyawa yang
tidak diinginkan dari tanah, lumpur, air tanah atau air permukaan sehingga
lingkungan tersebut kembali bersih dan alamiah. Mikroba yang hidup di tanah dan
di air tanah dapat “memakan” bahan kimia berbahaya tertentu, terutama organik,
misalnya berbagai jenis minyak bumi. Mikroba mengubah bahan kimia ini menjadi
air dan gas yang tidak berbahaya misalnya CO2. Bakteri yang secara spesifik
menggunakan karbon dari hidrokarbon minyak bumi sebagai sumber makanannya
disebut sebagai bakteri petrofilik. Bakteri inilah yang memegang peranan
penting dalam bioremediasi lingkungan yang tercemar limbah minyak bumi.
Bagaimana bioremediasi dilakukan? Faktor utama agar mikroba dapat membersihkan
bahan kimia berbahaya dari lingkungan, yaitu adanya mikroba yang sesuai dan
tersedia kondisi lingkungan yang ideal tempat tumbuh mikroba seperti suhu, pH,
nutrient dan jumlah oksigen. Aplikasi bioremediasi di Indonesia mengacu pada
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 (KepMen LH no.
128/2003) mengatur tentang tatacara dan persyaratan teknis pengolahan limbah
dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi secara biologis. Disini dicantumkan
bahwa bioremediasi dilakukan dengan menggunakan mikroba lokal. Pada umumnya, di
daerah yang tercemar jumlah mikroba yang ada tidak mencukupi untuk terjadinya
bioproses secara alamiah.
Dalam teknologi bioremediasi dikenal dua
cara menstimulasi pertumbuhan mikroba, yaitu dengan biostimulasi dan
bioaugmentasi. Biostimulasi ádalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan
mikroba yang sudah ada di dalam tanah tercemar dengan cara memberikan
lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrient (misalnya
sumber Nitrogen dan Phospor) dan oksigen. Jika jumlah mikroba yang ada sangat
sedikit, maka harus ditambahkan mikroba untuk mencapai jumlah mikroba rata-rata
103 cfu/gram* tanah
sehingga bioproses dapat dimulai. Mikroba yang ditambahkan adalah mikroba yang
sebelumnya diisolasi dari lahan tercemar kemudian setelah melalui proses
penyesuaian di laboratorium diperbanyak dan kembalikan ke tempat asalnya untuk
memulai bioproses. Penambahan mikroba dengan cara ini disebut sebagai
bioaugmentasi. Kondisi lingkungan yang memadai akan membantu mikroba tumbuh,
berkembang dan “memakan” polutan tersebut (atau memanfaatkan Carbon dari
polutans sebagai sumber energi untuk pertumbuhan). Sebaliknya jika kondisi yang
dibutuhkan tidak terpenuhi, mikroba akan tumbuh dengan lambat atau mati. Secara
umum kondisi yang diperlukan ini tidak dapat ditemukan di area yang tercemar.
Dengan demikian,
perencanaan teknis (engineering design) yang benar memegang peranan penting
untuk mendapatkan proses bioremediasi yang efektif. Dalam aplikasi teknik
bioremediasi dikenal dua teknik yang sangat umum diterapkan yaitu biopile dan
landfarming. Pada teknik biopile, tanah tercemar ditimbun diatas lapisan kedap
air dan suplai udara yang diperlukan oleh mikroba dilakukan dengan memasang
perpipaan untuk aerasi (pemberian udara) dibawah tumpukan tanah tercemar. Pompa
udara dipasang diujung perpipaan sehingga semua bagian tanah yang mengandung
mikroba dan polutan berkontak dengan udara. Dengan teknik ini, ketinggian tanah
timbunan adalah 1 sampai 1,5 meter. Teknik landfarming dilakukan dengan
menghamparkan tanah tercemar diatas lapisan kedap air. Ketebalan hamparan tanah
30 – 50 cm memungkinkan kontak mikroba dengan udara. Untuk menjamin bahwa semua
bagian dari tanah yang diolah terkontak dengan udara maka secara berkala
hamparan tanah tersebut di balikkan. Nama landfarming digunakan karena proses
pembalikan tanah yang dilakukan sama dengan pembalikan tanah pada saat
persiapan lahan untuk pertanian. Dalam melakukan bioremediasi, diperlukan
biodegradasi senyawa hidrokarbon secara berkelanjutan dan terkontrol baik.
Bioremediasi senyawa hidrokarbon dapat dilakukan dengan cara penambahan
nutrient (biostimulasi) atau dengan penambahan mikroorganisme pendegradasi
hidrokarbon secara langsung. Dalam hal ini, bakteri adalah mikroorganisme yang
tepat dan umum digunakan dalam bioremediasi hidrokarbon.Bakteri dapat
mendegradasi senyawa hidrokarbon dan menggunakan senyawa tersebut sebagai
sumber karbon untuk pertumbuhan.
Pelaksanan bioremediasi
dengan menggunakan bakteri pada dasarnya menmbutuhkan kerja sama lebih dari
satu spesies bakteri. Hal tersebut karena senawa hidrokarbon seperti minyak
bumi terbentuk dari bayak gugus yang berbeda dan bakteri hanya dapat menggunakan
hidrokarbon pada kisaran tertentu.Oleh karena itu, dalam memanfaatkan bakteri,
diperlukannya suatu identifikasi yang tepat untuk menyesuaikan dengan
kemampuannya dalam mendegradasi hidrokarbon. Beberapa bakteri yang memanfaatkan
hidrokarbon sebagai senyawa pertumbuhan serta secara tidak langsung berperan
dalam bioremediasi adalah :
1. Pseudomonas sp.
Pseudomonas
sp. merupakan salah satu bakteri yang memanfaatan bakteri menjadi biosurfaktan.
Dengan demikian, jenis bakteri ini dapat di,amanfaatkan dengan baik dalam
melakukan bioremediasi dengan hidrokarbon. Tetapi terdapat beberapa faktor,
salah satu faktor tersebut adalah kelarutannya yang rendah, sehingga sulit
mencapai sel bakteri.Dalam produksi biosurfaktan, berkaitan dengan keberadaan
enzim regulatori yang berperan dalam sintesis biosurfaktan. Ada dua macam biosurfaktan
yang dihasilkan bakteri Pseudomonas :
1. Surfaktan
dengan berat molekul rendah (seperti glikolipid, soforolipid, trehalosalipid,
asam lemak dan fosfolipid) yang terdiri dari molekul hidrofobik dan hidrofilik.
Kelompok ini bersifat aktif permukaan, ditandai dengan adanya penurunan
tegangan permukaan medium cair.
2. Polimer
dengan berat molekul besar, yang dikenal dengan bioemulsifier polisakarida
amfifatik. Dalam medium cair, bioemulsifier ini mempengaruhi pembentukan
emulsi serta kestabilannya dan tidak selalu menunjukkan penurunan tegangan
permukaan medium.
Biosurfaktan merupakan
komponen mikroorganisme yang terdiri atas molekul hidrofobik dan hidrofilik,
yang mampu mengikat molekul hidrokarbon tidak larut air dan mampu
menurunkan tegangan permukaan.Selain itu biosurfaktan secara ekstraseluler
menyebabkan emulsifikasi hidrokarbon sehingga mudah untuk didegradasi oleh
bakteri.Biosurfaktan meningkatkan ketersediaan substrat yang tidak larut
melalui beberapa mekanisme. Dengan adanya biosurfaktan, substrat yang
berupa cairan akan teremulsi dibentuk menjadi misel-misel, dan menyebarkannya
ke permukaan sel bakteri. Substrat yang padat dipecah oleh biosurfaktan,
sehingga lebih mudah masuk ke dalam sel (Pelezar, 1986).
Pelepasan biosurfaktan
ini tergantung dari substrat hidrokarbon yang ada.Ada substrat (misal seperti
pada pelumas) yang menyebabkan biosurfaktan hanya melekat pada permukaan
membran sel, namun tidak diekskresikan ke dalam medium.Namun, ada beberapa
substrat hidrokarbon (misal heksadekan) yang menyebabkan biosurfaktan juga
dilepaskan ke dalam medium.Hal ini terjadi karena heksadekan menyebabkan sel
bakteri lebih bersifat hidrofobik.Oleh karena itu,
senyawa hidrokarbon pada komponen permukaan sel yang hidrofobik itu
dapat menyebabkan sel tersebut kehilangan integritas struktural selnya sehingga
melepaskan biosurfaktan untuk membran sel itu sendiri dan juga melepaskannya ke
dalam medium.
2. Bakteri Nictobacter
Bakteri ini merupakan bakteri
probioaktif yang mampu bekerja menguraikan bahan organik
protein,karbohidrat,dan lemak secara biologis. Bermanfaat dalam menguraikan NH3 dan
NO pada sampah,tinja,dan kotoran hewan ternak, dan dapat menekan populasi
bakteri patogen pada penampung tinja yang menyebabkan sumber air tanah akan
terkontaminasi jika air remebesan tinja bercampur dengan sumber air tanah.
3. Bakteri
Endogenous
Tidak hanya mengendalikan senyawa
amoniak dan nitrit, teknik bioremediasi dengan menggunakan bakteri endogenus
juga bertujuan untuk mengendalikan senyawa H2S yang banyak menumpuk di sedimen
tambak (Dwidjosaputro, 1998).Dengan menggunakan bakteri fotosintetik dari jenis
Rhodobakter untuk menghilangkan senyawa H2S.“Hasilnya H2S tidak terdeteksi sama
sekali di tambak,”Untuk mengatasinya dia menggunakan bakteri dari jenis
Bacillus. “Karena bakteri Bacillus yang di gunakan merupakan bakteri
endogenous, maka efektivitasnya lebih baik jika dibandingkan dengan produk
bioremediasi dengan menggunakan bakteri dari luar Indonesia,”
4. Bakteri
Nitrifikasi
Nitirifikasi untuk menjaga
keseimbangan senyawa nitrogen anorganik (amonia, nitrit dan nitrat) di sistem
tambak. Pendekatan bioremediasi ini diharapkan dapat menyeimbangkan kelebihan
residu senyawa nitrogen yang berasal dari pakan, dilepaskan bempa gas N2 1 N20ke
atmosfir. Peran bakteri nitrifikasi adalah mengoksidasi amonia menjadi nitrit
atau nitrat, sedangkan bakteri denitrifikasi akan mereduksi nitrat atau nitrit
menjadi dinitrogen oksida (N20)atau gas nitrogen (Nz).
5. Bakteri
Pereduksi Sulfat
Kemampuan BPS dalam menurunkan
kandungan sulfat sehingga dapat meningkatkan pH tanah bekas tambang batubara
ini sangat bermanfaat pada kegiatan rehabilitasi lahan bekas tambang batubara.
Peningkatan pH yang dicapai hampir mendekati netral (6,66) sehingga sangat baik
untuk mendukung pertumbuhan tanaman revegetasi maupun kehidupan biota lainnya.
6. Arthrobacter
Pada kultur yang masih muda Arthrobacter berbentuk
batang yang tidak teratur 0,8 – 1,2 x 1 – 8 mikrometer. Pada proses
pertumbuhan batang segmentasinya berbentuk cocus kecil dengan diameter 0,6 – 1
mikrometer. Gram positif, tidak berspora, tidak suka asam, aerobik,
kemoorganotropik. Memproduksi sedikit atau tidak sama sekali asam dan gas yang
berasal dari glukosa atau karbohidrat lainnya. Katalase positif, temperatur
optimum 25 – 30oC (Waluyo, 2005).
7. Acinetobacter
Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 – 1,6 mikrometer dan panjang 1,5- 2,5 mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase stasioner pertumbuhannya. Bakteri ini tidak dapat membentuk spora. Tipe selnya adalah gram negatif, tetapi sulit untuk diwarnai. Bakteri ini bersifat aerobik, sangat memerlukan oksigen sebagai terminal elektron pada metabolisme. Semua tipe bakteri ini tumbuh pada suhu 20-300 C, dan tumbuh optimum pada suhu 33-350 C. Bersifat oksidasi negatif dan katalase positif. Bakteri ini memiliki kemampuan untuk menggunakan rantai hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga mampu meremidiasi tanah yang tercemar oleh minyak. Bakteri ini bisa menggunakan amonium dan garam nitrit sebagai sumber nitrogen, akan tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan. D-glukosa adalah satu-satunya golongan heksosa yang bisa digunakan oleh bakteri ini, sedangkan pentosa D-ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa digunakan sebagai sumber karbon oleh beberapa strain.
Memiliki bentuk seperti batang dengan diameter 0,9 – 1,6 mikrometer dan panjang 1,5- 2,5 mikrometer. Berbentuk bulat panjang pada fase stasioner pertumbuhannya. Bakteri ini tidak dapat membentuk spora. Tipe selnya adalah gram negatif, tetapi sulit untuk diwarnai. Bakteri ini bersifat aerobik, sangat memerlukan oksigen sebagai terminal elektron pada metabolisme. Semua tipe bakteri ini tumbuh pada suhu 20-300 C, dan tumbuh optimum pada suhu 33-350 C. Bersifat oksidasi negatif dan katalase positif. Bakteri ini memiliki kemampuan untuk menggunakan rantai hidrokarbon sebagai sumber nutrisi, sehingga mampu meremidiasi tanah yang tercemar oleh minyak. Bakteri ini bisa menggunakan amonium dan garam nitrit sebagai sumber nitrogen, akan tetapi tidak memiliki pengaruh yang signifikan. D-glukosa adalah satu-satunya golongan heksosa yang bisa digunakan oleh bakteri ini, sedangkan pentosa D-ribosa, D-silosa, dan L-arabinosa juga bisa digunakan sebagai sumber karbon oleh beberapa strain.
8.Bacillus
Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk batang pendek (biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 m dan panjang 3-5m. Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob. Adapun suhu pertumbuhan maksimumnya yaitu 30-50oC dan minimumnya 5-20oC dengan pH pertumbuhan 4,3-9,3. Bakteri ini mempunyai kemampuan dalam mendegradasi minyak bumi, dimana bakteri ini menggunakan minyak bumi sebagai satu-satunya sumber karbon untuk menghasilkan energi dan pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat merombak hidrokarbon minyak bumi dengan cepat. Jenis Bacillus sp. yang umumnya digunakan seperti Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Bacillus laterospor.
Umumnya bakteri ini merupakan mikroorganisme sel tunggal, berbentuk batang pendek (biasanya rantai panjang). Mempunyai ukuran lebar 1,0-1,2 m dan panjang 3-5m. Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob. Adapun suhu pertumbuhan maksimumnya yaitu 30-50oC dan minimumnya 5-20oC dengan pH pertumbuhan 4,3-9,3. Bakteri ini mempunyai kemampuan dalam mendegradasi minyak bumi, dimana bakteri ini menggunakan minyak bumi sebagai satu-satunya sumber karbon untuk menghasilkan energi dan pertumbuhannya. Pada konsentrasi yang rendah, bakteri ini dapat merombak hidrokarbon minyak bumi dengan cepat. Jenis Bacillus sp. yang umumnya digunakan seperti Bacillus subtilis, Bacillus cereus, Bacillus laterospor.
Selain dari golongan
bakteri, mikroba pendegradasi hidrokarbon juga dapat dilakukan oleh fungi.
Fungi pendegradasi hidrokarbon umumnya berasal dari genus
Phanerochaete, Cunninghamella, Penicillium, Candida, Sporobolomyces,
Cladosporium. Jamur dari genus ini mendegradasi hidrokarbon polisiklik
aromatik. Jamur Phanerochaete chrysosporium mampu mendegradasi
berbagai senyawa hidrofobik pencemar tanah yang persisten. Adapun oksidasi dan
pelarutan hidrokarbon polisiklik aromatik oleh Phanerochaete chrysosporium
menggunakan enzim lignin peroksidase. Bila terdapat H2O2, enzim lignin
peroksidase yang dihasilkan akan menarik satu elektron dari PAH yang
selanjutnya membentuk senyawa kuinon yang merupakan hasil metabolisme. Cincin
benzena yang sudah terlepas dari PAH selanjutnya dioksidasi menjadi
molekul-molekul lain dan digunakan oleh sel mikroba sebagai sumber energi
misalnya CO2.
Jamur dari golongan
Deuteromycota (Aspergillus niger, Penicillium glabrum, P. janthinellum,
Zygomycete, Cunninghamella elegans ), Basidiomycetes (Crinipellis stipitaria)
diketahui juga dapat mendegradasi hidrokarbon polisiklik aromatik. Sistem enzim
monooksigenase Sitokrom P-450 pada jamur ini memiliki kemiripan dengan sistem
yang dimiliki mamalia. Adapun langkah-langkahnya yaitu pembentukan
monofenol, difenol, dihidrodiol dan quinon dan terbentuk gugus tambahan yang
larut air (misalnya sulfat, glukuronida, ksilosida, glukosida).Senyawa ini
merupakan hasil detoksikasi pada jamur dan mamalia.
Secara umum terdapat
tiga cara transpor hidrokarbon ke dalam sel bakteri yaitu sebagai
berikut :
a) Interaksi
sel dengan hidrokarbon yang terlarut dalam fase air. Pada kasus ini, umumnya
rata-rata kelarutan hidrokarbon oleh proses fisika sangat rendah
sehingga tidak dapat mendukung.
b) Kontak
langsung (perlekatan) sel dengan permukaan tetesan hidrokarbon yang
lebih besar daripada sel mikroba. Pada kasus yang kedua ini, perlekatan dapat
terjadi karena sel bakteri bersifat hidrofobik. Sel mikroba melekat pada
permukaan tetesan hidrokarbon yang lebih besar daripada sel dan
pengambilan substrat dilakukan dengan difusi atau transpor aktif. Perlekatan
ini terjadi karena adanya biosurfaktan pada membran sel bakteri Pseudomonas.
c) Interaksi
sel dengan tetesan hidrokarbon yang telah teremulsi atau
tersolubilisasi oleh bakteri. Pada kasus ini sel mikroba berinteraksi dengan
partikel hidrokarbon yang lebih kecil daripada sel. Hidrokarbon dapat
teremulsi dan tersolubilisasi dengan adanya biosurfaktan yang dilepaskan oleh
bakteri Pseudomonas ke dalam medium (Waluyo, 2005).
Jadi apakah bioremediasi aman untuk digunakan?
Bioremediasi sangat aman untuk digunakan karena menggunakan mikroba yang secara
alamiah sudah ada dilingkungan (tanah). Mikroba ini adalah mikroba yang tidak
berbahaya bagi lingkungan atau masyarakat. Bioremediasi juga dikatakan aman
karena tidak menggunakan/ menambahkan bahan kimia dalam prosesnya. Nutrien yang
digunakan untuk membantu pertumbuhan mikroba adalah pupuk yang digunakan dalam
kegiatan pertanian dan perkebunan. Karena bioremediasi mengubah bahan kimia
berbahaya menjadi air (H2O) dan gas tidak berbahaya (CO2), maka senyawa
berbahaya dihilangkan seluruhnya. Teknologi bioremediasi banyak digunakan pada
pencemaran di tanah karena beberapa keuntungan menggunakan proses alamiah /
bioproses. Tanah atau air tanah yang tercemar dapat dipulihkan ditempat tanpa
harus mengganggu aktifitas setempat karena tidak dilakukan proses pengangkatan
polutan. Teknik ini disebut sebagai pengolahan in-situ. Teknik bioremediasi
yang diterapkan di Indonesia adalah teknik ex-situ yaitu proses pengolahan
dilakukan ditempat yang direncanakan dan tanah tercemar / polutan diangkat ke
tempat pengolahan. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pengolahan
tergantung pada faktor jenis dan jumlah senyawa polutan yang akan diolah,
ukuran dan kedalaman area yang tercemar, jenis tanah dan kondisi setempat dan
teknik yang digunakan. Jenis minyak mentah ringan (light crude sesuai nomor API
) yang diolah dengan teknik biopile bioaugmetnasi dan konsentrasi pengolahan
sesuai dengan yang ditetapkan oleh Kepmen LH 128/2003 yaitu max 15% memerlukan
waktu 4 – 6 bulan. Sedangkan minyak mentah berat (heavy crude) akan memerlukan
waktu dari 1 tahun atau lebih. Kondisi ini bervariasi dari satu area tercemar
dengan area lainnya, sehingga waktu yang diperlukan dalam rentang 4 bulan
sampai 1 tahun. Kondisi akhir (end point) untuk menyatakan bahwa proses
bioremediasi berhasil dan selesai adalah konsentrasi total hidrokarbon minyak
bumi (TPH) 1%. Kepmen LH 128/2003 untuk saat ini baru menggunakan parameter TPH
saja karena kegiatan yang menerapkan teknologi bioremediasi masih terbatas pada
industri migas.
Kelebihan teknologi bioremediasi ditinjau dari aspek komersil adalah relatif
lebih ramah lingkungan, biaya penanganan yang relatif lebih murah dan bersifat
fleksibel. Teknik pengolahan limbah jenis B3 dengan bioremediasi umumnya menggunakan
mikroorganisme (khamir, fungi, dan bakteri) sebagai agen bioremediator.
Pendekatan umum yang dilakukan untuk meningkatkan kecepatan biotransformasi
ataupun biodegradasi adalah dengan cara:
1. Seeding, atau mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous (bioremediasi instrinsik) dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous (bioaugmentasi) dan
2. Feeding, atau dengan memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi) dan aerasi (bioventing).
1. Seeding, atau mengoptimalkan populasi dan aktivitas mikroba indigenous (bioremediasi instrinsik) dan/atau penambahan mikroorganisme exogenous (bioaugmentasi) dan
2. Feeding, atau dengan memodifikasi lingkungan dengan penambahan nutrisi (biostimulasi) dan aerasi (bioventing).
.
Bioremediasi dapat berperan dalam pemulihan dampak negatif penambangan batu bara. Sofyan (2009) mengemukakan bahwa beberapa dampak dari pertambangan batubara :
Bioremediasi dapat berperan dalam pemulihan dampak negatif penambangan batu bara. Sofyan (2009) mengemukakan bahwa beberapa dampak dari pertambangan batubara :
1. Lubang tambang: Pada
kawasan pertambangan PT Adaro terdapat beberapa tandon raksasa atau kawah bekas
tambang yang menyebabkan bumi menganga sehingga tak mungkin bisa direklamasi.
2. Air Asam tambang: mengandung logam berat yang berpotensi menimbulkan dampak lingkunganjangkapanjang.
3. Tailing : teiling mengandung logam-logam berat dalam kadar yang mengkhawatirkan seperti tembaga, timbal, merkuri, seng, arsen yang berbahaya bagi makhluk hidup.
4. Sludge : limbah cucian batubara yang ditampung dalam bak penampung yang juga mengandung logam berbahaya seperti boron, selenium dan nikel dll.
5. Polusi udara : akibat dari (debu) flying ashes yang berbahaya bagi kesehatan penduduk dan menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Menurut logika, udara kotor pasti mempengaruhi kerja paru-paru. Peranan polutan ikut andil dalam merangsang penyakit pernafasan seperti influensa, bronchitis dan pneumonia serta penyakit kronis seperti asma dan bronchitis kronis.
Contoh penggunaan teknologi bioremediasi yang dilakukan baru-baru ini adalah pembersihan lingkungan tercemar minyak bumi dengan penambahan nutrisi serta pengendalian kelembaban dan pengharaan yang dapat menurunkan 80-90% total pencemar minyak. Di lab mikrobiologi tanah dan lingkungan Fakultas Pertanian UGM telah ditemukan empat isolat bakteri pendegradasi minyak bumi yaitu isolat GMY 1 (belum teridentifikasi), isolat Paenibacillus GMD 1 yang mendegradasi senyawa hidrokarbon poliaromatik serta Acetobacter calcoaticus dan Pseudomonas aeruginosa yang dapat mendegradasi alkana (C15-C16).
2. Air Asam tambang: mengandung logam berat yang berpotensi menimbulkan dampak lingkunganjangkapanjang.
3. Tailing : teiling mengandung logam-logam berat dalam kadar yang mengkhawatirkan seperti tembaga, timbal, merkuri, seng, arsen yang berbahaya bagi makhluk hidup.
4. Sludge : limbah cucian batubara yang ditampung dalam bak penampung yang juga mengandung logam berbahaya seperti boron, selenium dan nikel dll.
5. Polusi udara : akibat dari (debu) flying ashes yang berbahaya bagi kesehatan penduduk dan menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Menurut logika, udara kotor pasti mempengaruhi kerja paru-paru. Peranan polutan ikut andil dalam merangsang penyakit pernafasan seperti influensa, bronchitis dan pneumonia serta penyakit kronis seperti asma dan bronchitis kronis.
Contoh penggunaan teknologi bioremediasi yang dilakukan baru-baru ini adalah pembersihan lingkungan tercemar minyak bumi dengan penambahan nutrisi serta pengendalian kelembaban dan pengharaan yang dapat menurunkan 80-90% total pencemar minyak. Di lab mikrobiologi tanah dan lingkungan Fakultas Pertanian UGM telah ditemukan empat isolat bakteri pendegradasi minyak bumi yaitu isolat GMY 1 (belum teridentifikasi), isolat Paenibacillus GMD 1 yang mendegradasi senyawa hidrokarbon poliaromatik serta Acetobacter calcoaticus dan Pseudomonas aeruginosa yang dapat mendegradasi alkana (C15-C16).
Biaya yang diperlukan
untuk melakukan bioremediasi berada pada rentang US $25 – 75 per ton tanah
olahan, tergantung pada kondisi pencemaran. Harga ini masih lebih murah
dibandingkan dengan menggunakan teknik pengolahan lainnya misalnya insinerasi
yang bisa mencapai 4 sampai 10 kali lipatnya. Bioremediasi sebagai teknologi
yang dapat digunakan untuk membersihkan berbagai jenis polutan bukan berarti
tanpa keterbatasan. Bioremediasi tidak dapat diaplikasikan untuk semua jenis
polutan, misalnya untuk pencemaran dengan konsentrasi polutan yang sangat
tinggi sehingga toksik untuk mikroba atau untuk pencemar jenis logam berat
misal kadmium dan Pb. Dimasa yang akan datang, penerapan teknologi bioremediasi
di Indonesia akan berkembang tidak hanya terbatas pada pemulihan lahan tercemar
minyak bumi di industri migas, tetapi juga pencemaran di industri otomotif,
SPBU dan industri lainnya seperti pertanian.
Dengan demikian,
polutan targetnya bukan hidrokarbon minyak bumi saja tetapi juga senyawa
inorganik lainnya seperti pestisida. Pendekatan molekular misalnya identifikasi
mikroba dengan 16sRNA atau 18sRNA untuk mengetahui keberlimpaphan mikroba dalam
proses bioremediasi dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja bioproses.
Teknologi molekular ini sudah tersedia dan dibandingkan dengan teknik
identifikasi konvesional yang saat ini umum digunakan di Indonesia memberikan
waktu pemeriksaan lebih cepat. Namun demikian, penggunaan teknik molekular ini
masih mahal dan belum perlu sebagai prioritas.
Referensi
Dwidjoseputro. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta:
Penerbit Djambatan
Feliatra. 2002. Sebaran Bakteri (Escherichia coli) di Perairan Muara Sungai
Bantan
Tengah Bengkalis Riau, Laboratorium Mikrobiologi Laut,
Faperika. Universitas
Riau
Kim, Jong-Shik and David E. Crowley. 2007. Microbial Diversity in Natural Asphalts of the Rancho La Brea Tar Pits. Department of Environmental Sciences, University of California
Pelczar, M.J. and E.C.S. Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerjemah:
Hadi, R.S. Jakarta: UI
Press
Waluyo Lud. 2007. Mikrobiologi Umum Edisi Revisi. Malang: UMM Press
Himawan. Tabrakan tanker dengan Sinar Kapuas. 2015. http://www.tambang.co.id/tabrakan-tanker-dengan-sinar-kapuas-4.500-ton-minyak-tumpah-ke-laut-2759/. Diakses pada tanggal 25 April 2015 pukul 16.30 WIB
Nababan, bungaria. Isolasi Dan Uji Potensi Bakteri Pendegradasi Minyak Solar Dari Laut Belawan. 2008. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/5806/1/09E00811.pdf. Diakses pada tanggal 25 April 2015 pukul 16.35 WIB
Nasikhin, R dan M.S. Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Pendegradasi Solar dan Bensin dari Perairan Pelabuhan Gresik. 2013. http://ejurnal.its.ac.id/index.php/sains_seni/article/viewFile/3626/1409 . Diakses pada tanggal 25 April 2015 pukul 16.50 WIB
Silvia, Shinta. Biodegradasi Hidrokarbon Minyak Bumi Menggunakan Isolat Bakteri Dari Limbah Minyak Bumi. 2013. http://repository.unand.ac.id/3141/1/Jurnal_Shinta_Silvia_2.doc. Diakses pada tanggal 25 April 2015 pukul 18.00 WIB
Suhardi, S.H. 2012. http://blogs.itb.ac.id/rennisuhardi/bioremediasi/apakah-bioremediasi/. Diakses pada tanggal 25 April 2015 pukul 16.40 WIB
Suyasa, Budiarsa. 2006. Isolasi Bakteri Pendegradasi
Minyak/Lemak Dari beberapa Sedimen Periran Tercemar Dan Bak Penampungan Limbah.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=15914&val=988.
Diakses pada tanggal 25 April 2015 pukul 17.30 WIB
Komentar saya mengenai artikel ini adalah "ini adalah artikel yang cukup menarik, membahas secara tuntas, bagi saya tidak perlu ada pertanyaan, karena nutrisi mikroba, hubungan dengan judul, dan penjelasannya sudah sangat jelas"
ReplyDeleteBerdasarkan paparan dari artikel di atas, saya ingin menambahkan ada tahapan utama dalam penerapan bioremediasi selain tahapan bioaltemasi, biostimulasi, dan bioaugmentasi yang telah disebutkan diatas. Tahapannya yaitu isolasi mikroba, uji kemampuan mikroba dan uji keamanan. Mikroba yang akan dijadikan agen bioremediasi harus diisolasi terlebih dahulu agar didapatkan mikroba spesifik dengan kemampuan yang telah diketahui. Setelah mikroba tersebut didapatkan, dilakukan uji kemampuan mikroba, apakah sudah sesuai dengan target atau belum. Setelah kemampuannya diketahui, dilakukan pula uji keamanan. Uji kemampuan tanpa uji keamanan akan sangat berbahaya bagi lingkungan jika mikroba tersebut membahayakan. Mikroba yang telah diakui keamanannya contohnya Pseudomonas patida. Mekanisme bioremediasi lainnya adalah memanfaatkan promotor yang direpresi oleh polutan. Misalkan dalam suatu lingkungan ada senyawa polutan “A” . Bakteri yang digunakan memiliki suatu DNA, jika DNA tersebut diekspresikan maka mikroba akan mati. (http://digilib.its.ac.id/bioremediasi-air-laut-terkontaminasi-minyak-bumi-dengan-menggunakan-bakteri-pseudomonas-aeruginosa-25986.html)
ReplyDeleteTerima kasih masukkannya saudari nurul hikmahwati
Deletesetuju dengan tambahan kakak nurul :) uji keamanan perlu diprioritaskan.
Deletesetuju dengan tambahan kakak nurul :) uji keamanan perlu diprioritaskan.
Deleteeh ada rekan sejawat gw
Deletetambahan di teknik molekuler
dengan penggunaan ribosomal DNA seperti yg disebutkan diatas itu tidak akan banyak membantu bioremediasi, kenapa? kare ribosomal DNA digunakan untuk mengidentifikasi jenis bakeri yang ada
jika hendak menggunakan teknik molekuler lebih tepat menggunakan gen spesifik yg jelas digunakan oleh bakteri untuk mendegradasi hidrokarbon tersebut, seperti gen penyandi enzim selulase pada bakteri selulolitik, itu akan lebih tepat
sayangnya teknik ini tidaklah mudah dan murah, walau keuntungannya kita bisa mengintroduksi gen tersebut ke bakteri lain
Artikel ini sungguh menarik, ada sebuah pemaparan yaitu pada bioremediasi paragraph 2 “Disini dicantumkan bahwa bioremediasi dilakukan dengan menggunakan mikroba lokal. Pada umumnya, di daerah yang tercemar jumlah mikroba yang ada tidak mencukupi untuk terjadinya bioproses secara alamiah.” Apa maksud dari mikroba local ? dan apa contoh dari mikroba local tersebut ?
ReplyDeleteTerimakasih :)
Pada artikel tersebut penulis mengatakan bahwa dalam teknologi bioremediasi dikenal dua cara menstimulasi pertumbuhan mikroba, yaitu dengan biostimulasi dan bioaugmentasi. Biostimulasi ádalah memperbanyak dan mempercepat pertumbuhan mikroba yang sudah ada di dalam tanah tercemar dengan cara memberikan lingkungan pertumbuhan yang diperlukan, yaitu penambahan nutrient (misalnya sumber Nitrogen dan Phospor) dan oksigen. Lalu apa yang dimaksud dengan bioaugmentasi? terimakasih
ReplyDeleteSuper sekali..... Terimakasih atas informasinya Basko..
ReplyDeleteKetika saya membaca artikel anda, ada satu hal yang membuat saya penasaran yaitu Microbial Enhanced Oil Recovery (MEOR). Tetapi penjelasan akan hal itu tidak terlalu banyak, jadi saya mencari sendiri akan hal itu. Dan hanya ingin sedikit menambahkan informasi tentang MEOR, silakan buka link ini..
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://www.statoil.com/en/TechnologyInnovation/OptimizingReservoirRecovery/RecoveryMethods/WaterAssistedMethodsImprovedOilRecoveryIOR/Pages/MicrobialEnhancedOilRecovery%28MEOR%29.aspx&prev=search
Terimakasih..
Dari artikel yang sangat menarik diatas, saya ingin menanyakan mengenai isolasi dan pendegradasi bakteri pada minyak kapal yaitu, Menurut Anda Tempat yang bagaimana yang paling cocok untuk limbah yang dihasilkan dari pencemaran minyak itu sendiri?
ReplyDeletedan pertanyaan saya yang kedua, mengenai penjelasan bahwa . Kondisi iklim tropis dengan sinar matahari, kelembapan yang tinggi, serta keanekaragaman mikroorganisme yang tinggi sangat mendukung percepatan proses pertumbuhan mikroba untuk aktif mendegradasi minyak.Nah, dari pernyataan tersebut bagaimana kalau kondisi yang iklim tidak tropis seperti di daerah eropa, Apakah bisa untuk melakukan aktif pengindegrasian minyak? Jelaskan. Terimahkasih.
Minyak bumi hasil tumphan kapal mengandung Minyak bumi mengandung 50
ReplyDelete- 98% komponen hidrokarbon dan non hidrokarbon. Kandungannya bervariasi tergantung pada sumber minyak. Minyak bumi mengandung senyawa karbon 83,9-
86,8%, hidrogen 11,4- 14%, belerang 0,06-8,0%, nitrogen 0,11-1,7% dan oksigen 0,5% dan logam (Fe, Cu, Ni), 0,03% (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22970/4/Chapter%20II.pdf). Apakah kandungan bahan-bahan kimia tersebut (terutama belerang) tidak dapat menghambat atau bahkan membunuh mikroorganisme pendegradasi tersebut ?
informatif sekali embas artikel yang anda posting, dimana penggunaan bakteri untuk menguraikan minyak bumi yang tumpah dilaut atau disebut dengan bioremedasi. itu jika dilaut, nah bagaimana jika karena suatu hal danau yang menjadi tempat wisata dicemari oleh minyak bumi yang tumpah, kepada siapa kita menghubungi pihak untuk meminta izin/menggunakan bakteri tersebut ? ditambah lagi jika kita hanya orang awam
ReplyDeleteartikel yang ditulis oleh embasoke bagus :) , dan saya setuju bahwa untuk menanggulangi masalah minyak bumi ini, alternatif yang paling efektif digunakan adalah dengan cara biologi, menggunakan biodegradasi hidrokarbon oleh bakteri. http://www.academia.edu/5589363/Jurnal_Shinta_Silvia_2. terima kasih :)
ReplyDeletePerkenalkan kami dari PT Poly Stamino Indonesia, perusahaan yang bergerak di bidang pengolahan air limbah industri dan domestik. Kami menyediakan enzim pengurai limbah lemak/minyak, industri, rumah sakit, domestik atau sewage, dan Septic Tank dengan merek BioWasteTM.
ReplyDeleteBioWasteTM adalah Enzim Pengurai Limbah Cair (termasuk lemak dan minyak) berbentuk tepung (powder) dengan keunggulan antara lain sebagai berikut:
• Dapat diaplikasikan pada semua tahap proses pengolahan limbah, termasuk tahap pre-treatment di Grease Trap, Sewage Water Plant (SWP) dan Kolam Ekualisasi.
• Merupakan konsentrat dan mengandung jumlah CFU (Colony Forming Units) yang sangat tinggi (2-5 miliar bakteri/gram) dengan reactivation rate 95-98%
• Mengandung bakteri strein fakultatif (dapat bekerja di kondisi aerob dan anaerob), kecuali jenis produk khusus bakteri anaerob
• Mampu bekerja di pH 5-9, optimal di pH 7-8
• Tahan terhadap suhu panas sampai 500C
• Mampu bekerja di kondisi COD dan TDS yang tinggi
• Mampu mengurai COD dan BOD sampai 95%
• Tahan terhadap deterjen dan beban limbah yang berlebih (shockloading)
• Cepat stabil dan mengurai limbah dengan sangat cepat dan efektif
• Mampu dengan cepat menghilangkan bau busuk yang disebabkan oleh lemak, sewage maupun limbah organik lainnya
• Mengurai lemak sehingga manjadi cair dan tidak lengket dalam waktu singkat
• Mencegah pipa tersumbat dan kerusakan pompa
• Mengurangi endapan lumpur
• Dll.
Varian produk BioWasteTM adalah sbb:
1. BioWasteTM WWTP (untuk limbah rumah sakit dan limbah industri)
2. BioWasteTM STP (untuk limbah domestik atau sewage)
3. BioWasteTM FOG (untuk limbah lemak dan minyak, tanah yang terkontaminasi oli dan minyak)
4. BioWasteTM Septic Tank (untuk limbah septic tank)
5. BioWasteTM Pond Clarifier (untuk penjernih danau/kolam)
6. BioWasteTM Anaerob (untuk limbah di tanki/kolam anaerob dan tabung biogas)
Jenis kemasan: AlumInium Foil 1 kg dan 100 gr
Untuk mengetahui lebih detail mengenai produk BioWasteTM, bersama ini kami lampirkan presentasi BioWasteTM.
Untuk informasi lebih lanjut, dapat menghubungi kami di:
Telp. 021 29430770 atau email: marketing@polystamino.co.id
Regards,
PT Poly Stamino Indonesia
Grease and Waste Water Specialist
Jakarta
Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan konsultasi kepada Anda mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.
ReplyDeleteSalam,
(Tommy.k)
WA:081310849918
Email: Tommy.transcal@gmail.com
Management
OUR SERVICE
Boiler Chemical Cleaning
Cooling tower Chemical Cleaning
Chiller Chemical Cleaning
AHU, Condensor Chemical Cleaning
Chemical Maintenance
Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
Degreaser & Floor Cleaner Plant
Oli industri
Menjual berbagai macam jenis chemical untuk wtp, wwtp, STP Ipal bakteri nutrien dll untuk info lebih lanjut tentang produk ini bisa menghubungi kami di email tommy.transcal@gmail.com
ReplyDeleteMobile:081310849918
Aku mau tanya nih mohon bantuanya ya kka ,peranan bakteri pada bioremediasi pada lumpur aktif itu apa ?
ReplyDeleteDan juga apa bakteri yg ada disitu dan species nya apa ka ?